BATURAJA OKU-Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru, SH, MM bersama Anggota DPR RI Hj. Percha Leanpuri, Bbus, MBA menjadi tamu penting pada acara pemberian gelar adat dan cacap-cacapan putra ke dua Sekda OKU Dr. Drs. Ir. H. Achmad Tarmizi, SE, MT, MSi, MH. Bertempat di Depan SMAN 4 Air Paoh Baturaja Timur, Sabtu (7/3/2020).
Dari pantauan media acara tersebut Gubernur dan Anggota DPR RI juga hadir Dandim 0403/OKU Letkol Arh. Tan Kurniawan, SAP, MIPol, Ketua TP PKK OKU Hj Badiar Dewi Kuryana, Para Aisten, Staf Ahli Bupati, Kepala OPD, Kabag dan undangan lainnya.
Menjadi tanda perpisahan orangtua untuk melepaskan tanggung jawab anak kepada menantunya. Dalam adat Daya/Haji/Komering yang digunakan dr. Mohammad Riedho Cahya Atazsu (Ridho) dan dr. Siti Romawati (Ima) pada acara adat pemberian gelar setelah akad nikah, makna ini dijalani lewat prosesi cacap-cacapan.
Menurut adat Daya/Haji/Komering yang mengalir darah kepada Hj. Susmadianan, SPd, SMn, MSi, upacara suap-suapan dan cacap-cacapan idealnya dilaksanakan di atas ranjang adat, tapi prosesi usai akad nikah Ridho-Ima cukup duduk menggunakan kursi.
Disana terlihat kepala Sapi, Bunga-bunga, peralatan masak dan lainya, peralatan yang disediakan pemangku adat merupakan simbol bahtera yang akan mengantarkan kedua mempelai menuju pulau harapan, ujar pemangku adat Haji.
Atas nama pemangku adat Haji yakni H. Hasbullah, SPD ditemani H. Darman Syafei, SE, MSi sebagai pemukul gong. Kemudian pemangku adat membacakan gelar untuk dr. Mohammad Riedho Cahya Atazsu Bin Dr. Drs. Ir, H. Achmad Tarmizi, SE, MT, MSi, MH yakni “DALOM SURYA”, sedangkan gelar adat untuk dr. Siti Romawati Binti Supriyadi adalah “ LUIH-SRI RAHAYU”.
Makna dari gelar Dalom Surya tersebut karena anak nomor 2, kakaknyalah Radin, semua orang membutuhkannya. Sedangkan gelar untuk Ima yakni Luih Sri Rahayu ada Jawanya Kucik orang-orang berbagi dalam kehidupan dan ramah, disayang ke,uarga karena pandai membawa diri, katan pemangku adat Haji.
Kemudian dilanjutkan dengan acara adat “Suap-suapan” yang bermakna suapan terakhir dari orangtua dan sesepuh keluarga. Bukan berarti keluarga atau orangtua tidak mau lagi, tapi kalau selama ini tanggung jawab mulai dalam kandungan hingga besar dan diantarkan menuju pintu gerbang rumah tangga berada di tangan orangtua.
Menu suap-suapan adalah nasi kunyit ayam panggang. Dalam menyuapkan, caranya adalah mengambil sejumput nasi kunyit panggang ayam, lalu disuapkan ke kedua mempelai. “Misalnya Ibu Susmadiana, maka Ima dulu yang dia suapi, tapi hanya separuh lalu sisanya diberikan ke Ridho putranya.
Ibu Katijah, SP juga begitu, separuh suapan ke Ridho dulu baru ke Ima putrinya. Maknanya, supaya rezeki tidak terputus, kasih sayang ke anak dan menantu, sama. Untuk yang menyuapi satu lagi, dia netral, bebas mau menyuapi siapa dulu.
Setelah itu, kedua mempelai diberi minum air putih. Warna putihnya air yang diminum sebagai simbol doa dan harapan seluruh keluarga besar dan orangtua. Air putih seperti sucinya hati orangtua yang tak lekang oleh masa. Derasnya air mengalir, diharapkan derasnya rejeki kedua mempelai.
Sementara, nasi kunyit ayam panggang masing-masing unsurnya memiliki makna tersendiri. Kuning lambang keagungan, ketan bersifat lengket yang diharapkan dengan pernikahan akan mengikat silaturahmi dua keluarga besar.
Rasa gurih karena santan, kita tahu gurih sangat menyenangkan, enak. Kalau ayamnya sendiri seperti pepatah ayam kehilangan induknya. Induk ayam itu mengayomi, menyayangi, dan ayam adalah cikal bakal kehidupan yang akan memberikan keturunan, pungkasnya (yudi).