
JAKARTA-Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi menunjuk Basuki Tjahaja Purnama alias AHOK sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
Ahok, nanti akan didampingi oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sebagai Wakil Komisaris Utama. Kata Erick saat di Istana Kepresidenan, Jumat (22/11/2019).
Selain dua nama di atas, Erick juga menyodorkan Emma Sri Martini, eks Direktur Utama Telkomsel. Emma ditunjuk menjadi Direktur Keuangan Pertamina menggantikan Pahala Nugraha Mansury.
Pergantian Pahala di Pertamina, sambung Erick, berkaitan dengan tugas barunya di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Pahala akan dibantu oleh Chandra Hamzah sebagai Komisaris Utama BTN.
Erick mengklaim nama-nama tersebut di atas sudah melalui Tim Penilai Akhir (TPA). “Saya hanya menyebutkan yang sudah melalui TPA. Yang tidak melalui TPA, saya tidak bisa komentar,” tegas dia.
Nama-nama pejabat baru Pertamina tersebut akan dilakukan segera pada Jumat ini atau paling lambat Senin (25/11/2019). Pertamina bukan Tbk, jadi bisa disegerakan hari ini atau Senin, terang Erick.
Sementara, pergantian pejabat BTN akan segera dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada akhir bulan ini.
Mengenai jabatan Ahok sesuai fungsi dan tugasnya, Ahok akan mengawasi Direksi dalam menjalankan perusahaan, termasuk memberi nasihat, ujarnya.
Bagi Pengamat BUMN sekaligus Peneliti Senior Visi Integritas Danang Widoyoko, posisi eks Gubernur DKI Jakarta tersebut kurang memberi keleluasaan dalam mengatur BUMN sektor migas. Harap maklum, kewenangan Ahok hanya sampai pada tingkat kebijakan.
Menurutnya, hanya pada level kebijakan saja sebenarnya kurang. Akan terasa lebih kalau dia (Ahok) yang mengeksekusi langsung, ujarnya, Jumat (22/11/2019) malam.
Padahal, Danang menilai, Ahok memiliki kemampuan lebih dari sekadar komisaris utama. Ahok, lanjut dia, sosok ideal sebagai eksekutor bisnis Pertamina. Pun begitu, ia mengapresiasi keputusan Erick menempatkan Ahok di jajaran komisaris.
Hal senada disampaikan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal. Apalagi, lanjut dia fungsi komisaris utama sebagai pengawas kinerja direksi perusahaan belum berjalan optimal.
Fithra berpendapat bahwa Ahok hanya diberi tanggung jawab biasa alias business as usual. Ia meyakini peran Ahok sebagai komisaris utama tidak akan membawa pengaruh cukup kentara.
Namun, ia mengingatkan akan berbeda hasilnya apabila Ahok mau keluar dari formalitas fungsi dan tugas Komisaris Utama. Misalnya, turun ke lapangan dan banyak berperan untuk membentuk budaya perseroan.
Kalau fungsi Komisaris Utama ini dioptimalisasi, maka kinerja komut BUMN akan cukup penting, akan lebih pas, supaya mendapatkan pandangan yang lebih luas dan komprehensif, terang Fithra (int).