Aktris Ine Febriyanti Bersama Sofian Saleh Akan Meriahkan Puncak Hari Guru dan HUT PGRI Ke-73

oleh -515 Dilihat
Ine Febriyanti dan Sofian Saleh

BATURAJA OKU-Puncak peringatan HUT PGRI ke-73 dan Hari Guru Nasional (HGN) berlangsung di Gedung Serba Guna Islamic Centre Baturaja OKU. Panitia mendatangkan Ine Febriyanti seorang pekerja seni teater, aktris, pemain film dan sutradara kondang asal Jakarta. Kehadiran Ine Febriyanti atas inisiatif pencipta lagu “Guruku Sayang” Sofian Saleh putra mantan Bupati OKU dua periode 1979-1989 H. Saleh Hasan, SH, Minggu (25/11).

Dijelaskan Sofian Saleh, acara puncak HUT PGRI tersebut adalah rangkaian dari kegiatan sebelumnya, diantaranya seminar pendidikan nasional dengan tema “Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila” ia menghadirkan sahabatnya Yudi Latief Ph.D yang kita kenal sebagai aktivis, cendekiawan muda, pakar politik bahkan pernah menjadi Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP),  Lomba Paduan Suara se Kabupaten OKU, Jalan Sehat, Senam Sehat, dan puncaknya (26/11 red) ia menghadirkan sahabatnya Ine Febriyanti seorang pekerja seni, Akrtis Teater, Film dan Sutradara dari Jakarta.

Ine Febriyanti bersama Kadisdik OKU & Jajarannya

Ine Febriyanti akan membacakan puisi bertema “Guru” di HUT PGRI ke 73 dan berkolaborasi dengan seniman kebanggaan Kota Baturaja OKU Sofian Saleh. Ada pepatah bilang,”Tak kenal maka tak sayang”, Ine Febriyanti tahun 1990 memulai karier sebagai pemenang Cover Girl Majalah Mode tahun 1992, ia aktif sebagai model dan pemain sinetron. Kini Ine Aktris yang bersuamikan Yudi Datau (Penggiat seni) itu lebih aktif di dunia teater nasional dan internasional.

Aktris bernama lengkap Sha Ine Febriyanti ini mulai menekuni teater sejak tahun 1999. Melalui Teater Lembaga, ia ikut dalam pentas Miss Julie karya dramawan Swedia, Johan August Strindberg, pada September 1999. Padahal, waktu itu nama Ine sedang populer sebagai model dan artis sinetron. Wajahnya sempat menghiasi televisi lewat Dewi Selebriti (1997).

Baca Juga :   Enos-Yudha Gowes Bersama Masyarakat Belitang Dalam Rangka Hari Bhakti PU Ke-77

Hampir semua filmnya merupakan sinema yang tidak mengikuti arus utama. Apalagi teater, yang menurutnya kurang menghasilkan ketimbang sinetron.  Namun bagi perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini, penghasilan tak harus berupa uang.  Banyak yang menawarkan sinetron, untungnya saya tak terjerumus terlalu jauh. Kalau waktu itu saya memilih sinetron, habis saya. Katanya. Maksud Ine bukan “habis” dari segi kepopuleran atau materi. Melainkan “semangat” dalam berkarya. Meski ia akui kalau perbedaan sinetron, film, dengan teater hanya sekadar ruang bagi seorang aktor untuk membentang proyeksi diri.

Kalau sinetron, proyeksi kita besar. Karena kita bermain di televisi. Penontonnya lebih riuh, makanya ekspresinya berlebihan, untuk menarik penonton, jelas lulusan SMAN 54 Jakarta ini. Semangat berteater ditunjukkan Ine ketika menjelaskan alasannya memilih monolog. Ketika bermonolog, seorang aktor sendirian di atas panggung. Ia harus betul-betul menguasai medan. Lebih menantang.

Ine Febriyanti bersama generasi muda OKU

Kesulitan tertinggi itu bagaimana penonton tidak lengah saat pentas. Saya harus jaga intensitas dengan sangat kuat, jelas ibu tiga anak tersebut. Tapi bukan berarti ia meninggikan diri sendiri. Justru bermonolog mengajarkannya agar tidak sombong. Pasalnya, begitu bermain teater non-monolog dengan aktor lain, ia langsung merasa jadi bodoh karena harus menyamakan semangat dan intensitas dengan mereka.

Kita bisa belajar dari sesuatu dan tidak perlu jadi fanatik untuk mengagumi sesuatu, pesan Ine. Saat ini Ine masih sibuk dengan tur monolog Cut Nyak Dhien diberbagai kota besar di Indonesia. Mengenai proyek selanjutnya, sutradara film pendek ‘Tuhan’ Pada Jam 10 Malam (2010) ini akan memerankan tokoh perempuan lain. Ia enggan menyebutkan apakah karya berikutnya film atau teater. Masih rahasia, Pungkasnya.(yudi)