Susenas Hasilkan Indikator Sosial Ekonomi Suatu Wilayah

oleh -197 Dilihat
Kepala BPS mendampingi petugas lapangan

BATURAJA OKU-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten OKU,  Ir. Budiriyanto, MAP, bersama petugas pemeriksa lapangan Mitra Larasaty Adami, SST, melakukan supervisi lapangan pelaksanaan Susenas Maret 2019 di Desa Laya dan Desa Pusar Kecamatan Baturaja Barat, Rabu (13/03).

Salah satu survei rutin yang dilaksanakan oleh BPS adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei ini dilaksanakan secara semesteran setiap bulan Maret dan September 2019. Susenas dilaksanakan secara serentak di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia untuk dapat menyajikan berbagai indikator tidak hanya tingkat nasional, namun juga hingga tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dijelaskan Kepala BPS, Susenas menghasilkan indikator sosial-ekonomi yang selalu menjadi pedoman bagi pemerintah dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan. Sejak tanggal 01 hingga 20 Maret 2019 BPS Kabupaten OKU melaksanakan Susenas  Maret 2019, yang diawali dengan melaksanakan updating/listing muatan Blok Sensus pada tanggal 18-23 Februari 2019 lalu.

Petugas mendatangai rumah penduduk

Jumlah Petugas yang diturunkan sebanyak 48 orang yang terdiri dari 35 petugas pencacah dan 13 petugas pengawas yang tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten OKU. Indikator-indikator yang dilahirkan oleh BPS melalui Susenas meliputi berbagai aspek Sosial-Ekonomi seperti Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Kemiskinan dan lain sebagainya, ujarnya.

Contoh data-data strategis yang dihasilkan Susenas adalah seperti angka kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia, Angka Partisipasi Sekolah, dan banyak lagi indikator sosial ekonomi lainnya. Ditambahkan Budiriyanto, data Susenas mempunyai peran yang cukup penting dalam perencanaan pembangunan. Salah satunya untuk mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita per hari. Garis kemiskinan non-makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM.  Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah GK dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Baca Juga :   Tambang Batubara Bisa Timbulkan Dampak Lingkungan dan Sosial di Batumarta

Saat ini data Susenas merupakan sandaran utama pemenuhan kebutuhan pemerintah dalam mengimplementasikan pembangunan nasional agar sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN)  2015-2019 dan tujuan pembangunan internasional (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainble Development Goals (SDGs).

Petugas mendata Susenas di lapangan

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan. Pertama, Head Count Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (GK). Kedua, Poverty Gap Index atau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang merupakan rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

Ketiga, Poverty Severity Index atau Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Pada kesempatan ini, Budiriyanto mengharapkan rumah tangga yang dikunjungi petugas survei dapat menerima dengan baik dan memberikan jawaban dengan sebenar-benarnya sesuai dengan kondisi yang ada di rumah tangganya. Adapun jenis data yang dikumpulkan mencakup keterangan demografi, keterangan Nomor Induk Kependudukan, keterangan migrasi, akta kelahiran, dan pendidikan, keterangan korban kejahatan, teknologi informasi. Pungkasnya (yudi)